Jakarta, sebagai tujuan migrasi utama di Indonesia, menarik penduduk dari berbagai daerah, terutama mereka yang mencari pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik. Hal itu menambah percepatan penambahan jumlah penduduk Jakarta https://www.insidejakarta.com setiap tahun. Menurut BPS, pada 2022 jumlah penduduk Jakarta mencapai 10,67 juta jiwa, naik sebesar 0,66% dari tahun sebelumnya. Selama satu dekade terakhir, jumlah penduduk bertambah sebesar 8,2% sejak tahun 2012 (9,86 juta jiwa). Pertumbuhan penduduk ini juga membuka peluang pasar dan memajukan bisnis, yang berdampak pada perkembangan kawasan aglomerasi di sekitarnya.
Aglomerasi merupakan fenomena konsentrasi ekonomi, bisnis, dan populasi di suatu wilayah geografis tertentu (ekonomi yang saling mendekati). Jakarta dan wilayah Bodetabek di sekitarnya adalah salah satu megapolitan terbesar di dunia dan berkontribusi sebesar 23,5% pada perekonomian nasional. Potensi besar Jakarta menjadi daya tarik bagi investasi dan perkembangan bisnis di wilayah megapolitan ini, yang semakin meningkatkan arus urbanisasi dan skala aglomerasi. Pertumbuhan aglomerasi dan urbanisasi ini penting untuk diperhatikan, terutama terkait kapasitas dan keberlanjutan wilayah, kualitas hidup, serta peranannya dalam perekonomian daerah lainnya.
Tingginya mobilitas di wilayah Jabodetabek tercermin dalam jumlah penumpang KAI commuter line tahun 2023, yaitu sebanyak 290,89 juta orang atau 797 ribu orang per hari. Angka ini naik sebesar 35% dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 215,05 juta orang atau 589 ribu orang per hari. Pertumbuhan ini mendukung mobilitas penduduk dan barang antarkota di wilayah tersebut, serta menguatkan pengembangan aglomerasi di masa depan.
Selain itu, tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Kota (UMK) di wilayah Jabodetabek juga cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, berkisar Rp 4,6-5,3 juta. Besarnya UMK ini juga memengaruhi tingkat pendapatan per kapita di Jabodetabek yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Menurut data BPS, pendapatan per kapita di Jakarta pada 2022 mencapai Rp 182,91 juta, mengalami peningkatan sebesar 4,55% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 174,94 juta, dan merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Faktor ini dapat menciptakan basis konsumen yang kuat dan mendukung wilayah Jabodetabek sebagai kontributor ekonomi yang besar di Indonesia.
Interkoneksi Jakarta
Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi wilayah ini, masih terdapat tantangan struktural umumnya sebagai kota besar yang perlu diselesaikan, seperti kemacetan lalu lintas, pemenuhan kebutuhan perumahan, ketidaksetaraan ekonomi, dan masalah lingkungan. Penyelesaian masalah tersebut tidak mudah karena membutuhkan koordinasi dan sinkronisasi antar-pemerintah daerah, yang menghadapi perbedaan prioritas pembangunan, sosio-kultural, dan kapasitas keuangan daerah, yang juga perlu penyelarasan dengan pemerintah pusat.
Sebagai contoh, permasalahan kemacetan di pusat kota Jakarta tidak dapat diatasi hanya dengan peningkatan transportasi publik di Jakarta, tetapi juga membutuhkan integrasi yang lebih kuat dengan daerah sekitar, yang relatif tidak sepadat Jakarta. Demikian juga dengan permasalahan banjir di Jakarta, yang membutuhkan solusi terintegrasi dari hulu (Puncak) ke hilir (laut Jakarta). Jakarta dapat belajar dari megapolitan lain yang memiliki karakteristik serupa, seperti Tokyo dan Singapura. Tokyo, sebagai megapolitan terbesar di dunia, merupakan salah satu kota yang memiliki peran kunci dalam ekosistem bisnis global, terutama dalam bidang teknologi, keuangan, dan budaya.
Secara administratif, semua daerah atau prefektur di Tokyo berada di bawah kendali tunggal Pemerintah Metropolitan Tokyo. Mobilitas penduduk di Tokyo sangat mengandalkan transportasi publik yang efisien dan terintegrasi. Ketersediaan hunian juga memadai, sehingga dapat memenuhi kebutuhan semua rumah tangga di Tokyo. Selain itu, kualitas hidup di kota ini relatif baik dengan udara yang bersih dan fasilitas lingkungan yang memadai. Keunggulan aspek-aspek tersebut tidak lepas dari perencanaan yang terintegrasi, termasuk dalam desain kota yang berbasis Transit-oriented-development (TOD). Ke depan, Tokyo memiliki rencana pembangunan yang terfokus pada infrastruktur, upaya peningkatan efisiensi energi, dan berbagai program kesejahteraan masyarakat.